Rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,15% di Rp 16.300/US$, dan sempat bertambah hingga 0,28% di Rp 16.280/US$. Tetapi kinerja tersebut gagal dipertahankan, rupiah malah berbalik melemah 0,39% ke Rp 16.385/US$.
Beberapa menit sebelum perdagangan berakhir, rupiah berhasil berbalik menguat meski tipis 0,15% di Rp 16.300/US$ sama dengan level pembukaan perdagangan.
Rupiah tidak menguat sendirian pada hari ini, beberapa mata uang utama Asia juga menguat melawan dolar AS. Hingga pukul 16:12 WIB, ada lima mata uang lainnya yang mampu menguat, meski kebanyakan tipis-tipis saja. Hanya ringgit Malaysia yang penguatannya lebih baik dari rupiah, sebesar 0,35%.
Itu artinya rupiah menjadi mata uang dengan kinerja terbaik kedua di Asia pada hari ini. Berikut pergerakan mata uang utama Benua Kuning melawan dolar AS.
Bervariasinya arah mata uang Asia menunjukkan pelaku pasar masih bimbang melihat dinamika yang terjadi di pasar global akibat pandemi virus corona (COVID-19).
Pandemi yang berasal dari kota Wuhan, provinsi Hubei, China ini sudah "menyerang" lebih dari 170 negara, menginfeksi lebih 785.000 orang, dengan 37.686 meninggal dunia, dan lebih dari 165.000 dinyatakan sembuh, berdasarkan data Johns Hopkins CSSE per sore ini.
Sementara itu kabar bagus datang dari Negeri Tiongkok yang menjadi sentimen positif hari ini, sektor manufakturnya bangkit lebih cepat dari prediksi. Purchasing managers' index (PMI) manufaktur China di bulan Maret dilaporkan sebesar 52, melesat dibandingkan bulan Februari 35,7, dan jauh di atas prediksi di Forex Factory sebesar 44,9.
Indeks PMI di atas 50 berarti sektor manufaktur sudah kembali berekspansi di bulan ini. Sementara di bawah 50 berarti kontraksi.
Sektor manufaktur yang pulih lebih cepat tentunya membuktikan jika perekonomian akan segara bangkit saat COVID-19 berhasil diatasi.
China sendiri sudah sukses meredam penyebaran COVID-19, bahkan negeri Tiongkok kini bukan lagi menjadi negara dengan jumlah kasus terbanyak.
Laju penambahan kasus COVID-19 di China sudah jauh melambat, bahkan 0 untuk transmisi local. Kasus infeksi terbaru dilaporkan dari orang-orang yang datang ke China atau kasus impor.
Berbeda dengan China yang hampir 3 bulan "berperang" melawan COVID-19, Indonesia baru terpapat virus tersebut di awal bulan ini, dan sedang terjadi penambahan kasus yang signifikan.
Hingga hari ini dilaporkan sebanyak 1.528 kasus positif COVID-19 dengan 136 orang meninggal dunia dan 81 dinyatakan sembuh.
Akibat pandemi tersebut, terjadi arus modal asing keluar dari Indonesia yang membuat nilai tukar rupiah merosot tajam di bulan ini, dan sulit kembali menguat.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo saat memberikan update tentang kondisi perekonomian terkini siang tadi mengatakan
dana asing masih pergi dari pasar Indonesia. Ia mengatakan, terjadi outflow atau aliran dana asing keluar hingga Rp 145,1 triliun.
"Terdiri dari outflow Rp 131,1 triliun di pasar SBN dan Rp 9,9 triliun di pasar saham," katanya.
Perry mengatakan, periode 20 Januari atau outbreak virus corona terjadi dana asing cukup deras mengalir keluar. Bank sentral sendiri telah melakukan buyback atau pembelian kembali SBN di pasar sekunder.
"Di mana mencapai Rp 166,2 triliun," kata Perry.
Aksi buyback di pasar obligasi mampu menahan gempuran bagi rupiah, sehingga rupiah tidak terus merosot hingga melewati level terlemah sepanjang sejarah Rp 16.800/US$ yang dicapai pada 17 Juni 1998.
TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/hps)
"asia" - Google Berita
March 31, 2020 at 04:49PM
https://ift.tt/3dI6M8D
Rupiah Harus Jungkir Balik Demi Terbaik Kedua di Asia - CNBC Indonesia
"asia" - Google Berita
https://ift.tt/2ZO57I2
Shoes Man Tutorial
Pos News Update
Meme Update
Korean Entertainment News
Japan News Update
No comments:
Post a Comment