Kamis kemarin, rupiah bahkan kembali merebut gelar juara dunia alias mata uang dengan kinerja terbaik di dunia sepanjang 2020, dengan total penguatan 1,91%.
Rupiah membuka perdagangan hari ini dengan stagnan di level Rp 13.615/US$. Tetapi tidak lama langsung masuk ke zona merah, depresiasi semakin membesar hingga 0,37% ke level Rp 13.665/US$ pada pukul 13:00 WIB.
Rilis data cadangan devisa RI yang naik hingga rekor tertinggi belum mampu mendongkrak kinerja rupiah hingga pertengahan perdagangan.
"Posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Januari 2020 tercatat sebesar US$ 131,7 miliar, meningkat dibandingkan dengan posisi pada akhir Desember 2019 sebesar US$ 129,2 miliar," jelas Bank Indonesia (BI) dalam keterangannya, Jumat (7/2/2020).
Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 7,8 bulan impor atau 7,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Adapun peningkatan cadangan devisa pada Januari 2020 terutama didorong oleh utang melalui penerbitan global bond pemerintah, penerimaan devisa migas, dan penerimaan valas lainnya.
Awal tahun ini, pemerintah menggalang dana US$2 miliar dan 1 miliar euro dari penerbitan perdana surat utang negara (SUN) di pasar global.
Selain rilis data tersebut, pelaku pasar menanti rilis data neraca perdagangan China. Data tersebut akan memberikan gambaran sebesar besar dampak wabah virus corona terhadap perekonomian Negeri Tiongkok, dan tentunya akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi global.
Penantian akan data tersebut membuat rupiah yang sudah menguat tiga hari beruntun terkoreksi akibat aksi ambil untung (profit taking).
Sebelum melemah pada hari ini, rupiah total mencatat penguatan 0,91% dalam tiga hari, berkat membaiknya sentimen pelaku pasar setelah China berusaha meredam dampak virus corona ke pasar finansial.
CNBC International melaporkan, Senin lalu PBoC menurunkan suku bunga reverse repo tenor 7 hari menjadi 2,4%, sementara tenor 14 hari diturunkan menjadi 2,55% guna meredam gejolak finansial yang terjadi akibat virus corona. Selain itu dalam 2 hari terakhir PBoC menyuntikkan likuiditas senilai 1,7 triliun yuan (US$ 242,74 miliar) melalui operasi pasar terbuka.
Setelah stimulus dari PBoC, giliran Pemerintah Beijing membuat pelaku pasar gembira. Kamis kemarin CNBC International mewartakan China akan memangkas bea masuk importasi berbagai produk dari AS senilai US$ 75 miliar.Belum jelas produk apa saja yang masuk dalam daftar tersebut, yang pasti bea masuk yang sebelumnya 10% akan dipangkas menjadi 5%, dan yang sebelumnya 5% menjadi 2,5%.
Dalam rilis Kementerian Keuangan China yang dikutip CNBC International, pemangkasan bea masuk tersebut dilakukan untuk perkembangan perdagangan yang lebih sehat antara China dengan AS. Pemangkasan tersebut mulai berlaku pada 14 Februari nanti.
Berita dari China tersebut tentunya menjadi kabar bagus setelah kedua negara resmi meneken kesepakatan dagang fase I pada 15 Januari lalu.
Diharapkan dengan pemangkasan bea impor tersebut perundingan dagang fase II akan berjalan lancar, dan bea masuk yang diterapkan kedua negara semakin dipangkas sehingga arus perdagangan global menjadi lancar.
Langkah dari China tersebut membuat sentimen pelaku pasar membaik dan masuk kembali ke aset-aset berisiko. Dampaknya bursa saham global menguat dan turut mengerek naik rupiah.
"asia" - Google Berita
February 07, 2020 at 01:26PM
https://ift.tt/2H1ZU6Y
Dari Juara, Rupiah Kini Terburuk di Asia - CNBC Indonesia
"asia" - Google Berita
https://ift.tt/2ZO57I2
Shoes Man Tutorial
Pos News Update
Meme Update
Korean Entertainment News
Japan News Update
No comments:
Post a Comment